Suara Anak-Anak Remaja Palu: Deklarasi Melawan Perkawinan Dini

PALU, pojokSULTENG | Minggu pagi yang cerah di halaman kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu dipenuhi suara-suara jernih anak-anak. Mereka bukan sekadar hadir sebagai peserta, tetapi sebagai protagonis utama dalam sebuah momen bersejarah: Deklarasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak menjelang peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2025, Minggu (13/7/2025).
Di balik senyuman polos mereka, tersimpan kekhawatiran mendalam tentang masa depan yang mungkin terenggut terlalu cepat. Forum Anak Nosarara Kota Palu, dengan keberanian yang patut diacungi jempol, memilih untuk bersuara—tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk ribuan anak lainnya yang mungkin tidak memiliki kesempatan bicara.
Ketika Anak-Anak Bicara tentang Masa Depan
Kehadiran Kepala Dinas DP3A Yudhi Riani Firman menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mendengarkan suara generasi muda. Kadis Yudhi, yang membacakan sambutan tertulis wali kota, menyampaikan realitas yang tak bisa diabaikan: perkawinan usia anak masih menjadi tantangan serius yang mengancam masa depan anak-anak di Kota Palu.
“Anak-anak adalah generasi penerus bangsa,” kata Kadis Yudhi, suaranya terdengar mantap di hadapan para peserta yang sebagian besar adalah anak-anak itu sendiri. “Namun, kenyataan di lapangan masih memperlihatkan tantangan serius, di mana perkawinan usia anak masih kerap terjadi dan berdampak besar terhadap tumbuh kembang anak.”
Pernyataan ini bukan sekadar retorika politik. Di balik angka-angka statistik, terdapat cerita-cerita individual anak-anak yang terpaksa mengakhiri masa kecilnya terlalu dini, meninggalkan bangku sekolah, dan menghadapi tanggung jawab yang belum waktunya mereka emban.
Lebih dari Sekadar Seremonial
“Pemerintah Kota Palu berkomitmen penuh untuk mendukung upaya pencegahan perkawinan usia anak melalui kebijakan, edukasi, sosialisasi, serta membangun sinergi dengan berbagai pihak, termasuk forum anak seperti Nosarara,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Kadis menekankan bahwa deklarasi ini bukan hanya seremonial belaka, tetapi menjadi pengingat bahwa pemerintah, keluarga, dan masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi anak-anak agar dapat menikmati masa anak-anaknya dengan bahagia.
Dalam momentum Hari Anak Nasional, deklarasi ini menjadi refleksi mendalam tentang makna sejati perlindungan anak. Bukan sekadar memberikan makanan dan tempat tinggal, tetapi memastikan mereka mendapatkan hak fundamental: pendidikan yang layak dan kebebasan dari praktik-praktik yang dapat menghambat masa depan mereka.

Forum Anak Nosarara: Pionir Perubahan
Yang paling menarik dari acara ini adalah peran aktif Forum Anak Nosarara Kota Palu. Mereka tidak hanya menjadi objek perlindungan, tetapi subjek yang aktif memperjuangkan hak-hak mereka sendiri. Inisiatif mereka untuk menggelar deklarasi ini menunjukkan bahwa anak-anak masa kini memiliki kesadaran yang tinggi tentang isu-isu yang mempengaruhi kehidupan mereka.
“Teruslah menjadi contoh positif bagi teman-teman sebaya dan masyarakat luas,” pesan Kadis Yudhi kepada para anggota Forum Anak Nosarara. Kata-kata ini bukan sekadar pujian, tetapi pengakuan terhadap peran penting yang dimainkan anak-anak dalam menciptakan perubahan sosial.
Visi Kota Palu yang Layak Anak
Kadis Yudhi berharap melalui deklarasi ini, kesadaran seluruh lapisan masyarakat akan semakin tumbuh sehingga bersama-sama dapat mewujudkan Kota Palu yang layak anak. Visi ini bukan utopia, tetapi cita-cita yang dapat diwujudkan melalui kerja sama semua pihak.
“Momentum peringatan Hari Anak Nasional tahun ini menjadi saat yang tepat untuk kembali menegaskan pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak anak, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan hak untuk terbebas dari praktik perkawinan usia anak,” ujarnya.
Deklarasi ini menjadi langkah nyata menuju masa depan Kota Palu yang ramah anak, bebas dari perkawinan usia anak, dan penuh harapan untuk semua generasi.

Harapan di Balik Deklarasi
Minggu pagi itu berakhir dengan tekad yang kuat. Suara-suara anak-anak yang bergema di halaman DP3A bukan hanya sekadar teriakan seremonial, tetapi penegasan bahwa mereka memiliki hak untuk bermimpi, bersekolah, dan tumbuh sesuai dengan tahapan perkembangan mereka.
Forum Anak Nosarara telah membuktikan bahwa anak-anak bukan hanya objek perlindungan, tetapi juga agen perubahan yang mampu mengadvokasi hak-hak mereka sendiri. Deklarasi ini menjadi bukti bahwa ketika anak-anak diberi ruang untuk bersuara, mereka akan menggunakan suara itu untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan generasi yang akan datang.
Di Kota Palu, perlindungan anak bukan lagi sekadar slogan, tetapi komitmen nyata yang disuarakan langsung oleh mereka yang paling berkepentingan: anak-anak itu sendiri. (bmz)