Sigi Tutup Pintu Tambang Emas Ilegal, Buka Jalan untuk Masa Depan Hijau

Bupati dan Wakil Bupati Sigi, Kapolres Sigi, Kepala BTNLL di lokasi PETI di Dusun Kongkura, Desa Tomado, Lindu, Sigi, Minggu (27/4/2025). (Foto: Humas Polres Sigi
Bupati dan Wakil Bupati Sigi, Kapolres Sigi, Kepala BTNLL di lokasi PETI di Dusun Kongkura, Desa Tomado, Lindu, Sigi, Minggu (27/4/2025). (Foto: Humas Polres Sigi

Sebuah babak baru perjalanan pembangunan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dimulai. Sabtu pagi, 23 Agustus 2025, di Desa Sibowi Pemerintah Kabupaten Sigi mendeklarasikan wilayahnya bebas dari aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI). Bukan sekadar seremoni, deklarasi ini menjadi titik balik bagi arah pembangunan daerah yang selama ini terancam oleh eksploitasi alam tak bertanggung jawab.

Dokumen deklarasi ditandatangani oleh tiga pilar utama: Pemkab Sigi, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), dan unsur TNI-Polri. Penandatanganan ini bukan hanya formalitas, melainkan wujud komitmen kolektif untuk menutup lembaran kelam PETI yang telah mencederai kawasan konservasi dan mengancam ekosistem.

“Dengan tegas saya katakan, Kabupaten Sigi bebas dari aktivitas tambang emas ilegal,” ujar Bupati Rizal Intjenae, berdiri di tengah lokasi bekas tambang di Sibowi. “Kami hanya fokus pada pengembangan sektor pertanian, pariwisata, dan peternakan.”

Data dari BBTNLL mencatat empat titik PETI yang telah resmi ditutup: dua di Sidondo I (Kecamatan Sigi Biromaru), satu di Kangkuro (Kecamatan Lindu), dan satu di Sibowi (Kecamatan Tanambulava). Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa eksploitasi tak berizin tak lagi mendapat tempat di Sigi.

“Saya ingatkan kepada para penambang ilegal, tolong jangan rusak hutan kami,” tegas Rizal. “Rakyat di daerah ini sepakat, Sigi hanya untuk pertanian dan pariwisata.”

Penertiban PETI kali ini tak berdiri sendiri. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah turut mendukung penuh, menegaskan bahwa langkah Sigi sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan tingkat provinsi.

“Gubernur Sulawesi Tengah sepakat dan mendukung bahwa di Kabupaten Sigi tidak perlu ada tambang emas,” kata Rizal.

Lebih dari itu, deklarasi ini memperkuat sinergi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, masyarakat, dan lembaga adat dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan.

Di balik penutupan tambang, tersimpan visi besar: meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program ramah lingkungan. Kabupaten Sigi menatap masa depan dengan strategi yang berpihak pada alam dan manusia.

“Hal terpenting adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program ramah lingkungan sesuai visi-misi Kabupaten Sigi 2025–2030,” ujar Rizal.

BBTNLL mencatat tujuh lokasi PETI di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, tersebar di Sigi dan Poso. Dari Kintabaru (0,13 ha) hingga Dongi-dongi (15 ha), jejak tambang ilegal menjadi ancaman nyata bagi keanekaragaman hayati dan warisan alam Sulawesi Tengah.

Namun kini, dengan deklarasi berani dari Sigi, harapan mulai tumbuh. Hutan-hutan yang sempat terguncang kini berpeluang pulih. Dan masyarakat, yang selama ini hidup berdampingan dengan alam, kembali menjadi penjaga utama warisan hijau mereka.

Deklarasi ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju pembangunan berkelanjutan. Di tengah tantangan global dan lokal, Kabupaten Sigi memilih jalur yang tak mudah—namun bermartabat: menjaga alam, memberdayakan rakyat, dan menolak eksploitasi demi keuntungan sesaat. (bmz)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *