Pembongkaran Tugu Songgolangi di Palupi Tuai Protes

Sejumlah warga yang memprotes renovasi tugu Songgolangi di Palupi, Palu. (Foto: FKPK)
Sejumlah warga yang memprotes renovasi tugu Songgolangi di Palupi, Palu. (Foto: FKPK)

PULUHAN laskar Forum Komunikasi Pemuda Kaili (FKPK), Pemuda Tatanga Bersatu dan Alumni SMP 15-STN Palu gelar Orasi Protes Pembongkaran Tugu Songgolangi oleh Pemkot Palu.

Mereka memprotes karena kebijakan renovasi dinilai tidak sesuai histori dan bukti sejarah mengenai sosok Songgolangi. Menurut mereka, Songgolangi adalah Tadulako atau pemimpin yang gigih melawan kolonialisme Belanda.

Selain melakukan orasi, mereka juga membagikan takjil dan makanan berbuka puasa kepada masyarakat dan pengendara yang melintas sekitar area tugu.

Sekretaris FKPK, Iwan Bilo menegaskan, pihaknya memprotes keras upaya Pemkot dalam pembongkaran dengan dalih revitalisasi Tugu Songgolangi yang berencana membangun dengan penataan air mancur di sekeliling tugu.

Dia menjelaskan, jika Tugu Songgolangi yang telah berdiri saat ini dan dibangun di masa kepemimpinan Walikota Hidayat sudah sesuai histori dan fakta sejarah mengenai sosok sang Songgolangi.

“Tiba-tiba pemimpin Kota Palu saat ini ingin merenovasi dengan menambahkan idium yang tidak ada hubungannya dengan histori Songgolangi. Kami protes karena rencanan renovasi tugu itu tidak sesuai sejarah, ” katanya.

Iwan juga mengatakan, jika dirinya dan sejumlah ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Rukun Tetatanng (RT), sudah melakukan pertemuan dengan Pemkot Palu dan hasilnya tetap tugu tersebut tidak dilakukan renovasi atau merubah bentuk dan maknanya.

“Iya kami sudah dua kali pertemuan dan hasilnya tugu itu tetap seperti semula, mungkin hanya penerangnya yang dinyalakan kembali,” ujarnya.

Terpisah, mantan Walikota Palu 2015-2020, Hidayat mengatakan jika sejak awal dirinya membangun tugu tersebut semata-mata hanya mengangkat tokoh perjuangan di daerah ini yakni Songgolangi yang sangat gigih melawan kekejaman Belanda saat itu.

“Sejak awal saya membangun tugu Songgolangi itu karena ketokohannya sebagai Tadulako di daerah ini dalam melawan Belanda. Tidak ada unsur lain, apalagi dikaitkan dengan sosok Songgolangi ada hubungan darah dengan saya,” kata Hidayat.

Dia juga mengatakan, tinggal tugu itu satu-satunya karyanya yang  tersisa selamam pemimpin di daerah ini dan berharap tidak lagi diutak-atik dengan dalil revitalisasi, sebagai bentuk penghargaan dirinya pernah memimpin kota ini.

Histori Songgolangi

Dari berbagai refenrensi, medio tahun 1910, sejumlah surat kabar yang terbit di Batavia hingga Amsterdam mengangkat berita terkait sosok I Songgo (Songgolangi).

De Telegraf misalnya, surat kabar yang terbit Amsterdam, 11 November 1910 memberitakan; bahwa I Songgo telah menyerang patroli Belanda di daerah Sidima.

Dalam peristiwa itu, Songgo dan pasukannya telah menewaskan tiga orang pasukan Belanda serta melukai 6 orang lainnya.

Lebih lanjut koran tersebut menuliskan bahwa I Songgo memimpin pasukan yang seringkali melakukan perlawanan di daerah Paloe, Biromaroe sampai ke Pakawa.

Pihak Belanda menengarai, penyerangan I Songgo  erat hubungannya  dengan penangkapan Toma I Dompo (Karanja Lemba).

Sebelum De Telegraf, pada 11 Oktober 1910, surat kabar Belanda lainnya De Preanger Bode, telah memberitakan I Songgo dan pasukannya telah melakukan serangan terhadap patroli Belanda di Sidima-Lando, pewartaan itu  bersumber dari laporan Residen Belanda di Menado.

Sekian lama menjadi buruan pasukan Belanda terkait kasus Sidima, akhirnya pelarian Songgolangi terhenti di Palolo.

Surat kabar Het Nieuws Van Den Dag Voor Nederlandsch-Indie, terbit 1 Februari 1911, menuliskan tajuk  “Verzet in Midden Celebes” (perlawanan di Sulawesi Tengah). Koran Batavia tersebut merujuk pada laporan Residen Menado tanggal 30 Januari 1911 yang berisi tentang peristiwa tanggal 18 Januari di Palolo, dimana I Songgo (Songgolangi) yang memiliki nama asli Lantjedjoendoe (Lanceyundu) telah tertangkap bersama empat orang pasukannya, tiga diantaranya bernama Toma nDua, Toma I Dosa dan Toma I Laboe.

Surat kabar Hindia Belanda De Courant terbit 23 Maret 1911, menegaskan lebih detil tentang hari naas I Songgo beserta empat orang dekatnya. Setelah berhasil melakukan pelarian melalui hutan di sebelah Timur lembah Palu, akhirnya I Songgo terkepung didaerah Palolo. Disana ia tak punya sekutu, orang-orang melumpuhkannya setelah melakukan perlawanan.

Dari Palolo, jenazahnya dibawa ke Palu. Sepanjang jalan orang-orang keluar rumah untuk memastikan kebenaran tertangkapnya I Songgo. Surat kabar Belanda lainnya yang memberitakan kematian Songgolangi adalah  Indesch Bijblad Van Het Vaderland, terbit 20 Maret 1911. Warta surat kabar tersebut akhirnya menyingkap misteri kematian  Songgolangi bernama asli Lantjedjoendoe (Lanceyundu) yang terjadi pada tanggal 18 Januari 1911di Palolo. (***)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *