Menembus Desa Poi dari Sibalaya Barat

 

View this post on Instagram

 

A post shared by pojokSIGI (@pojoksigi)

Mengendarai sepeda motor dengan mengangkut sekarung hasil pertaniannya, seorang petani nekat melewati sungai yang airnya setinggi lutut. Pak Tani itu sudah memperhitungkan kemampuannya melewati medan itu tanpa kekuatiran tercebur.

Baginya, medan seperti itu sudah menjadi santapan keseharian yang mau atau tidak mau harus dilewati, karena tidak ada jalan alternatif, kecuali rela memutar hingga 10 kilometer.

“Dari pada memutar padahal rumah saya cuma dekat di situ,” katanya.

Begitulah keseharian warga di Desa Sibalaya Barat yang hendak menyeberang ke Desa Poi. Kedua desa itu bertetangga, hanya dipisahkan oleh sungai.

Sejak jalan yang mendekatkan kedua desa itu terputus akibat digerus air sungai, warga harus memasang nyali besar untuk bisa terhubung dengan desa di seberang. Jika hujan deras di hulu dan debit air meninggi, warga hanya bisa saling bersapa masing-masing dari pinggir sungai.

Pemerintah setempat tidak tutup mata dengan putusnya jalan penghubung desa itu. Keterbatasan anggaran adalah momok yang tak bisa dibantahkan.

Warga harus sabar dan harus berkali-kali mengelus dada akan keterbatasan itu. Namun permakluman yang terlalu tinggi, kerap menyesakkan dada juga.

Warga sekitar hanya bisa berharap, mukjizat segera datang agar mereka tidak makin tersiksa.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *