Dari Layang-Layang hingga Destinasi Impian: Donggala Ubah Paradigma Pariwisata

Ilustrasi festival layang-layang di Palu. (©bmzIMAGES/basri amrzuki)
Ilustrasi festival layang-layang di Palu. (©bmzIMAGES/basri amrzuki)

DONGGALA, pojokSULETNG | Bukan sekadar permainan anak-anak, layang-layang kini menjadi kunci revolusi pariwisata Donggala. Di tangan Bupati Vera Elena Laruni, konsep sederhana ini bermetamorfosis menjadi strategi brilian: membangun industri pariwisata tanpa menguras anggaran daerah.

“Selama ini kita terjebak pemikiran bahwa event besar butuh budget besar dari APBD. Padahal, kreativitas dan kolaborasi bisa menghasilkan lebih dari yang kita bayangkan,” ujar Bupati Vera.

Kebangkitan dari Tidur Panjang

Donggala sesungguhnya memiliki segala yang dibutuhkan sebuah destinasi wisata unggulan. Garis pantai yang memukau, kekayaan budaya yang autentik, kuliner khas yang menggoda. Namun potensi itu seolah tertidur, menunggu sentuhan magic untuk bangkit.

Problem klasik pariwisata Donggala adalah sindrom “one-time visitor” – wisatawan datang sekali, berfoto di beberapa spot, lalu berlalu tanpa jejak. Tidak ada magnet yang membuat mereka kembali lagi.

“Kita punya aset wisata luar biasa, tapi tidak punya calendar of reason untuk dikunjungi berkali-kali. Nah, di situlah letak persoalannya,” analisis Bupati Vera.

Dari keresahan itulah lahir konsep kalender event berkelanjutan. Setiap bulan, Donggala menyuguhkan experience berbeda yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Festival Layang-Layang hanyalah pembuka dari serial panjang event yang telah dirancang: festival budaya lokal, kejuaraan balapan motor, Festival Tenun Donggala, hingga karnaval HUT kabupaten.

Revolusi Model Pembiayaan

Keunikan Festival Layang-Layang Donggala bukan terletak pada spektakelnya, melainkan pada inovasi model pembiayaannya. Konsep “Zero APBD Tourism Event” yang diusung menciptakan ekosistem baru dalam industri pariwisata daerah.

Seluruh rangkaian event dibiayai melalui skema sponsor dan partisipasi stakeholder pariwisata. Hotel, restoran, travel agent, hingga pengusaha lokal terlibat sebagai co-creator, bukan sekadar penonton.

“APBD itu terbatas, tapi kreativitas tidak. Daripada memaksa anggaran untuk sesuatu yang bisa dikolaborasikan, lebih baik kita ciptakan mutual benefit bagi semua pihak,” tegas Bupati Vera.

Hasilnya adalah win-win ecosystem yang sempurna. Sponsor mendapat exposure maksimal, pelaku usaha lokal kebanjiran customer, pemerintah terhindar dari beban anggaran, sementara masyarakat mendapat entertainment sekaligus opportunity ekonomi.

Ia memastikan dampak Festival Layang-Layang akan terasa hingga ke tingkat grass root. Para pelaku UMKM lokal merasakan berkah berlipat dari gelombang wisatawan yang berdatangan.

Warung-warung kecil yang biasanya sepi, tiba-tiba kewalahan melayani pembeli. Pengrajin souvenir yang tadinya kesulitan memasarkan produk, kini kebanjiran pesanan. Ojek dan angkot lokal tersenyum lebar karena frekuensi penumpang meningkat drastis.

Filosofi Layang-Layang dan Pariwisata

Di balik kesederhanaan layang-layang, tersimpan filosofi mendalam yang menjadi ruh Festival ini. Layang-layang hanya bisa mengudara jika ada angin yang mendukung. Begitu pula pariwisata Donggala – hanya bisa berkembang optimal jika ada “angin” berupa dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak.

Festival ini juga menjadi medium pelestarian budaya yang efektif. Layang-layang tradisional Donggala yang nyaris punah, kini mengalami revival berkat antusiasme generasi muda. Workshop pembuatan layang-layang tradisional menjadi salah satu atraksi paling diminati pengunjung.

Menavigasi Tantangan

Perjalanan menuju sukses tidak selalu mulus. Koordinasi multi-stakeholder kadang menghadapi hambatan komunikasi. Ada sponsor yang mundur last minute, cuaca yang tidak bersahabat, atau miskomunikasi teknis yang menguji kesabaran tim.

“Tantangan pasti ada, tapi yang penting adalah konsistensi dan learning by doing. Setiap event kita evaluasi untuk perbaikan event berikutnya,” ungkap Bupati Vera dengan realistis.

Roadmap Destination Branding

Ambisi Bupati Vera tidak berhenti pada satu festival. Kalender Event Donggala 2025 telah dirancang detail dengan tema unik setiap bulannya. Januari menghadirkan festival budaya, Februari memacu adrenalin dengan balapan motor, Maret memamerkan keindahan Festival Tenun Donggala, dan seterusnya hingga Desember.

Visi besarnya adalah menjadikan Donggala sebagai “Year-Round Destination” – destinasi yang menarik dikunjungi kapan saja sepanjang tahun karena selalu ada experience baru yang ditawarkan.

Lebih dari sekadar event, festival ini diharapkan menjadi katalis perubahan paradigma: dari pariwisata yang bergantung pada APBD menjadi pariwisata yang mandiri dan berkelanjutan. Dari destinasi yang pasif menunggu wisatawan menjadi destinasi yang aktif menciptakan alasan untuk dikunjungi.

Di langit Donggala, mimpi-mimpi baru akan diterbangkan. Dan seperti layang-layang yang semakin tinggi terbang karena semakin kuat anginnya, pariwisata Donggala akan semakin berkembang karena semakin solid kolaborasinya. (bmz)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *