Danau Lindu: Dari Festival Tradisi Menuju Destinasi Wisata Unggulan

Ketika alu ditumbukkan di tepi Danau Lindu malam itu, sejarah baru pariwisata Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pun dimulai
SIGI, pojokSULTENG | Gemuruh suara alat penumbuk padi tradisional bernama alu bergema di atas panggung di tepi Danau Lindu yang tenang. Bukan sekadar pembukaan festival biasa, tetapi sebuah momentum bersejarah yang menandai transformasi sebuah danau vulkanik di pedalaman Sigi, Sulawesi Tengah menjadi destinasi wisata unggulan.
Di hadapan ratusan warga Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, tiga tokoh penting—Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid, Bupati Sigi Moh Rizal Intjenae, dan Asisten Deputi Event Daerah Kemenparekraf Reza Pahlevi—secara simbolis membuka Festival Danau Lindu 2025 dengan cara yang sangat tradisional: memukul alu padi bersama-sama.
Bagi Bupati Rizal Intjenae, festival kali ini bukan sekadar kontinuitas dari tahun-tahun sebelumnya. Ia telah lama merencanakan sesuatu yang lebih besar. “Saya banyak berdiskusi dengan para pemerhati seni dan budaya di Sigi ini,” ungkap pria yang akrab disapa Bupati Rizal. “Festival tidak hanya sebatas pagelaran, tetapi bagaimana festival ini bisa menjadi perhatian pemerintah provinsi dan kementerian bahwa Lindu pantas dijadikan destinasi wisata di Sulawesi Tengah.”
Visi ini lahir dari keresahan sekaligus optimisme. Keresahan karena potensi alam Lindu yang luar biasa selama ini belum termanfaatkan optimal. Optimisme karena ia melihat kesiapan masyarakat lokal untuk berubah. “Warga Lindu sudah menyatakan diri untuk siap menjadi daerah kunjungan wisata,” katanya dengan penuh keyakinan.
Bupati Rizal menyadari bahwa membangun industri pariwisata bukan perkara mudah. “Ini bukan hanya soal keindahan semata, tetapi memerlukan dukungan dari semua pihak,” jelasnya. Dan dukungan itu kini mulai berdatangan.
Gubernur Terpesona
Gubernur Anwar Hafid tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap Danau Lindu. Dalam sambutannya, ia mengaku takjub dengan alam Danau Lindu dan masyarakatnya. “Festival yang digelar kali ini tidak kalah dengan festival di daerah lainnya,” puji Gubernur.
Bagi Bupati Rizal, kehadiran Gubernur Anwar bukan sekadar formalitas. “Ini merupakan kehormatan, kebanggaan, dan bentuk dukungan nyata bagi pemerintah daerah Sigi untuk mewujudkan impian menjadikan Lindu sebagai destinasi wisata,” katanya.
Yang lebih menggembirakan, Gubernur tidak hanya memberikan dukungan moral. “Gubernur bahkan memberikan saran-saran konkret bagi Pemda Sigi untuk pengembangan Lindu. Perhatian luar biasa ini tentu menjadi hal yang sangat positif bagi kita semua,” ungkap Bupati Rizal.
Filosofi “Emas Hijau”
Bupati Rizal menegaskan filosofi pembangunan yang ia pegang: “Yang dibutuhkan di Sigi ini adalah emas hijau, bukan emas kuning.”
Pernyataan ini bukan sekadar retorika. Ia mengandung makna mendalam tentang pilihan pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan dan pertanian, bukan eksploitasi sumber daya mineral yang dapat merusak ekosistem.
Filosofi ini akan terwujud dalam rencana konkret: alokasi cetak sawah baru seluas 2.000 hektare di Kecamatan Lindu. “Daerah-daerah sekitar tepi danau dapat dikembangkan menjadi sawah-sawah baru yang dapat diintegrasikan dengan kawasan ekowisata untuk menambah daya tarik Danau Lindu,” jelas Bupati Rizal.
Komitmen Konkret dari Puncak
Gubernur Anwar Hafid tidak hanya berhenti pada pujian dan dukungan verbal. Ia memberikan komitmen konkret yang akan mengubah wajah Lindu. Yang pertama adalah pembangunan Lobo atau rumah adat di Lindu sebagai simbol kearifan lokal yang menjadi daya tarik wisata.
Rencana yang lebih besar adalah memanfaatkan momentum Festival Olahraga Nasional (Fornas) 2027 yang akan diselenggarakan di Sulawesi Tengah. “Fornas yang menunjuk Sulteng sebagai tuan rumah pada 2027 mendatang akan mempersiapkan Danau Lindu sebagai salah satu tujuan wisata yang akan dipromosikan,” jelas Gubernur.
Yang paling ambisius adalah rencana peningkatan status Bandara Mutiara Sis Al Jufri di Palu menjadi bandara internasional. “Wisatawan bisa langsung ke Lindu melalui jalur tersebut,” kata Gubernur dengan penuh optimisme.
Di balik semua optimisme dan rencana besar, Gubernur Anwar tidak lupa mengingatkan tantangan terbesar: menjaga keseimbangan antara pengembangan wisata dan konservasi lingkungan.
“Gubernur berpesan agar tetap pada puncak kesadaran untuk terus menjaga alam dan lingkungan karena Lindu adalah kekayaan yang sangat besar,” demikian pesannya.
Pesan ini sangat relevan mengingat Danau Lindu adalah danau vulkanik yang terbentuk dari aktivitas tektonik ribuan tahun lalu. Ekosistemnya yang unik dan fragile memerlukan pengelolaan yang sangat hati-hati.
Dari Tradisi Menuju Modernitas
Ketika alu ditumbukkan malam itu, terjadi simbolisasi pertemuan antara tradisi dan modernitas. Festival Danau Lindu 2025 bukan hanya merayakan kearifan lokal, tetapi juga membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah.
Dari festival tradisional di desa terpencil, Lindu kini bersiap menjadi destinasi wisata yang dipromosikan secara nasional bahkan internasional. Dari sawah-sawah tradisional, kini akan muncul kawasan ekowisata yang tetap mempertahankan keaslian alamnya.
Transformasi ini tidak terjadi secara kebetulan. Ia adalah hasil dari visi jangka panjang, komitmen politik yang kuat, dan yang terpenting, kesiapan masyarakat untuk berubah sambil tetap menjaga nilai-nilai tradisional mereka.
SuaraaAlu mereda, yang tersisa adalah janji-janji besar untuk masa depan. Danau Lindu tidak lagi hanya menjadi danau indah di pedalaman Sulawesi Tengah, tetapi sebuah destinasi yang akan dikenal dunia.
Bagaimana cerita ini akan berlanjut? Hanya waktu yang akan menjawab. Yang pasti, langkah pertama menuju mimpi besar itu sudah dimulai di tepi Danau Lindu malam itu.
Laporan basri marzuki dari Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi