Dari Kebun ke Pengakuan Nasional: Salak Pondoh Simpang Raya Menuju Indikasi Geografis

Tim Ahli Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual meninjau langsung perkebunan salak pondoh SImpang Raya di Banggai. (Foto: Kemenkum Sulteng)
Tim Ahli Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual meninjau langsung perkebunan salak pondoh SImpang Raya di Banggai. (Foto: Kemenkum Sulteng)

BANGGAI, pojokSULTENG | Di balik rimbunnya pepohonan salak di Kecamatan Simpang Raya, Kabupaten Banggai, tersimpan harapan besar para petani untuk mengangkat nama daerah mereka ke kancah nasional. Salak Pondoh Simpang Raya, buah yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat selama puluhan tahun, kini tengah berjuang meraih pengakuan resmi melalui sertifikat Indikasi Geografis.

Rabu, 2 Juli 2025, suasana di Simpang Raya terasa berbeda. Tim Ahli Indikasi Geografis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual tiba untuk melakukan misi penting—pendampingan pemeriksaan substantif permohonan IG Salak Pondoh Simpang Raya. Dr. Abdul Rachman bersama rekan-rekannya Riyadil Jinan, dan Hafiz Abdurrachman, turun langsung ke lapangan untuk melihat dari dekat keunikan buah yang akan mereka lindungi.

“Kami tidak hanya datang untuk memeriksa dokumen, tetapi juga ingin memahami cerita di balik setiap buah salak ini,” kata Dr. Abdul Rachman sambil mengamati pohon salak yang berbuah lebat di kebun milik salah satu petani.

Lebih dari Sekadar Buah

Pertemuan dengan para petani salak berlangsung hangat. Di ruang pertemuan sederhana, para petani yang sudah puluhan tahun berkutat dengan tanaman berduri ini berbagi cerita tentang keistimewaan salak mereka. Bukan hanya soal rasa yang manis dan tekstur yang renyah, tetapi juga tentang bagaimana buah ini telah menjadi sumber penghidupan turun-temurun.

“Salak ini bukan sekadar buah bagi kami. Ini adalah warisan leluhur yang harus dijaga,” ungkap Pak Marten, salah satu petani senior yang sudah 30 tahun berkecimpung dalam budidaya salak pondoh.

Dalam diskusi yang berlangsung selama tiga hari, disepakati berbagai poin krusial yang akan memperkuat dokumen IG. Mulai dari penetapan nama IG yang tidak boleh melewati batas wilayah yang telah ditentukan, penyusunan peta kawasan IG, hingga penetapan ukuran buah yang akan dilindungi. Yang menarik, disepakati bahwa hanya buah salak yang menjadi objek perlindungan IG—bukan produk turunannya.

Tantangan dan Peluang

Namun, perjalanan menuju pengakuan IG tidaklah mudah. Tim ahli memberikan berbagai rekomendasi teknis yang harus dipenuhi para petani. Sinkronisasi waktu tanam dan panen, perbaikan pola pemupukan, hingga inovasi kemasan yang menarik menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

“Kita harus bersiap menghadapi persaingan di pasar nasional. Kemasan yang menarik dan standar kualitas yang konsisten akan menjadi kunci sukses,” jelas Riyadil Jinan, sambil memperlihatkan contoh kemasan yang lebih modern.

Para petani mendengarkan dengan seksama. Mereka sadar bahwa ini bukan hanya soal mendapat sertifikat, tetapi juga tentang mempersiapkan diri untuk kompetisi yang lebih besar.

Visi Besar di Balik Usaha Kecil

Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng, Rakhmat Renaldy, melihat upaya ini sebagai bagian dari visi besar pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menurutnya, indikasi geografis bukan sekadar perlindungan hukum, tetapi jalan menuju kemandirian ekonomi.

“Salak Pondoh Simpang Raya memiliki keunikan dan nilai sejarah yang layak diperjuangkan. Ini tentang memberikan identitas yang kuat pada produk lokal kita,” tegas Rakhmat Renaldy saat menutup kegiatan pendampingan, Jumat (4/7/2025).

Ia membayangkan masa depan di mana salak dari Simpang Raya tidak hanya dikenal di Sulawesi Tengah, tetapi juga di seluruh Indonesia, bahkan mancanegara. Pengakuan IG dapat membuka akses pasar lebih luas, meningkatkan daya saing, dan memperkuat identitas daerah.

Meski masih harus menunggu kelengkapan dokumen peta wilayah IG sebagai syarat administrasi, para petani sudah mulai merasakan dampak positifnya. Mereka mulai lebih percaya diri dengan produk mereka dan bahkan mulai berpikir untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih baik.

“Sekarang kami tidak hanya berpikir bagaimana menanam dan memanen, tetapi juga bagaimana membuat salak kami dikenal orang banyak,” kata salah satu petani perempuan yang aktif dalam kelompok tani.

Kegiatan pendampingan ini menjadi momentum penting dalam perjalanan panjang menuju pengakuan nasional. Lebih dari itu, ini adalah cerita tentang bagaimana kearifan lokal bisa diangkat menjadi kebanggaan nasional melalui jalur yang tepat.

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan ekonomi modern, cerita Salak Pondoh Simpang Raya mengingatkan bahwa kekayaan sebenarnya sering kali tersembunyi di tempat-tempat sederhana, menunggu untuk diangkat dan diakui. Dan para petani di Simpang Raya telah membuktikan bahwa dengan tekad dan dukungan yang tepat, mimpi besar bisa tumbuh dari kebun yang sederhana. (bmz)

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *